CUKUP
banyak
yang mengeluhkan mahalnya batik Jambi. Ucapan itu terlontar melihat
harga sepotong batik Jambi yang mencapai ratusan ribu rupiah,
sementara batik dari Jawa bisa dibeli dengan selembar uang lima puluh
ribuan rupiah. Ternyata anggapan batik Jambi itu mahal, benar adanya.
Bahkan di era 70-an, hanya orang gedongan yang mengenakan batik.
Salah seorang pengrajin batik Jambi Azmiah (45),
mengatakan bahwa di waktu dulu yang memakai batik Jambi hanya orang
kalangan atas. ”Langganan ibu saya kebanyakan pejabat dan istrinya,
paling rendah ya... camat. Orang biasa jarang sekali,” cerita
Azmiah tentang ibunya, almarhum Asmah, yang merupakan pengrajin batik
generasi awal di Kota Jambi.
Kala itu batik belum dibuat menjadi pakaian, hanya
dipakai dalam bentuk sarung dan selendang. Harganya sekitar Rp60 ribu
hingga Rp70 ribu sepotongnya, harga yang cukup mahal kala itu. Namun
meski mahal, pesanan batik waktu itu tetap banyak.
”Pemakai
batik mengerti bahwa pada batik itu, yang dinilai seninya. Uang soal
ke dua,” tambah wanita setengah baya yang masih kelihatan cantik
ini. Motif batik Jambi memang khas dan berbeda dengan batik Jawa.
Kerajinan icon Jambi ini merupakan refleksi dari alam, terlihat dari
motif yang dibatikkan seperti Durian Pecah, Kapal Cina, Batanghari,
Angso Duo, Antlas hingga Riang-riang.
Ada satu motif batik kuno yang jarang dicetak, namanya
motif jayo. Konon motif ini pernah dipesan oleh Raja Siginjai untuk
pakaiannya sendiri. Motif jayo yang bermakna kemakmuran ini
menunjukkan tingginya status sosial seseorang. Motif ini dicetak
hanya jika ada pesanan, dan harganya bisa mencapai tiga juta rupiah.
”Jadi
kalau batik Jambi dibilang mahal, mungkin benar juga. Karena batik
Jambi bukan sekedar pakaian tapi sesuatu yang bernilai seni dan sarat
cerita tentang daerah ini,” kata pengrajin yang memiliki 48 anak
binaan ini.
Hal lain yang membuat batik Jambi ”yang asli” mahal,
adalah karena proses pembuatannya menggunakan pewarna alam seperti
indigo, kayu bulian, daun mangga dan kayu sepang. Batik yang
dikenakan oleh kalangan atas tentu saja harus enak dipakai serta
tidak berbahaya untuk kesehatan. Pembuatannya pun secara tulis, bukan
dicetak. ”Batik Jambi mahal karena ditulis dan menggunakan bahan
yang aman untuk kulit,” jelasnya.
Saat
ini, karena menyesuaikan dengan pesanan masyarakat banyak, batik
Jambi pun dibuat dengan harga lebih murah. ”Tapi batiknya dicetak
dan menggunakan pewarna buatan,” jelas Azmiah yang pernah mendapat
order 100 potong scraf dari salah satu museum di Kota London,
Inggris ini. (ARD)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar