TERASI dapat disebut
sebagai bumbu masakan terpopuler di Indonesia. Jauh sebelum pelezat masakan
mengandung monosodium glutamate merambah dapur di negeri ini, terasi telah
dipakai untuk melezatkan nasi goreng, rujak, sambal caluk, tumis kangkung dan hidangan
lainnya. Terasi menjadi andalan juru masak untuk membuat masakan dengan rasa
paripurna.
Kota Tungkal dan
desa-desa di sepanjang lautnya telah cukup lama menjadi sentra pembuatan terasi
dan turunannya di Jambi. Tidak hanya untuk kebutuhan lokal, terasi Tungkal
diam-diam juga telah dikirim seantero Indonesia hingga negeri tetangga
Malaysia.
Nenek Roqayah,
seorang pembuat terasi di Desa Parit 7 RT. 01 Kelurahan Tungkal 1 Kuala
Tungkal, mengatakan setiap bulan sekitar 500 kg terasi dan petis dibawa ke luar
Tungkal. “Sering juga ada permintaan dari Malaysia,” jelasnya.
Terasi yang diberi label
Sri Rezeki Laut ini dijual Rp. 50.000/kg, sedangkan terasi basah dan belum
berlabel dijual Rp. 15.000/kg.
Menurutnya membuat
terasi tidak sulit, apalagi bahan bakunya, udang rebon tersedia setiap saat. Udang
kecil tersebut dibeli dengan harga Rp. 2000/kg.
“Yang mahal itu
garam, harganya Rp. 100 ribu sekarung ukuran 20 kg serta upah tenaga kerja.
Saya membayar sekitar Rp. 10.000 untuk 1 kg terasi yang dibuat mereka,”
tambahnya.
Makanya untung yang
diperoleh wanita keturunan Jawa ini sebulannya hanya berkisar Rp. 1,5 juta. Untungnya,
Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Barat lewat Dinas perikanannya meminjamkan
peralatan mesin penggiling udang, cetak dan perkakas berteknologi sederhana
lainnya, sehingga proses membuat terasi lebih cepat.
Sampai saat ini,
pengeringan terasi masih menggunakan cahaya matahari, meski kadang-kadang terhalang
oleh cuaca yang mendung. “Keringnya lebih bagus,” ucapnya mengemukakan alasan mengapa
tak menggunakan oven untuk mengeringkan terasi tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar