Beberapa hari lagi aku akan meninggalkan kantor yang menjadi sawahku sejak delapan tahun terakhir. Tak seorang pun yang dapat menahanku lebih lama. Aku siap memulai hariku di Balitbangda, di tempat aku akan menjadi seorang peneliti; peneliti apa saja, termasuk peneliti tingkah laku manusia.
Rumah lamaku ini menyimpan banyak kenangan. Ketika datang, aku masihlah seorang perempuan muda berputra dua dengan wajah polos dan jernih. Aku diabaikan. I am nothing, sampai terbukti bahwa diriku lebih dari sekedar nothing. Delapan tahun kemudian, inilah aku; perempuan matang, dengan kerutan halus di dahi serta banyak goresan di hati.
Bagi rekan-rekanku di sini mungkin juga aku tlah meninggalkan luka yang tak dapat diungkapkannya kepadaku. Aku merasa, banyak yang kecewa karena tidak ikut dalam ’perjalanananku’. Sebagian lagi kecewa karena aku tidak membawa mereka ke posisi yang lebih baik. Yang lain, tergores pedih karena kata-kataku. Tapi,… aku bisa membela diri kan…? Aku hanyalah pejabat dengan level rendah. Dayaku tidak sebesar harapan mereka walau bisik-bisik mengatakan, aku orang kedua di dinas ini. Bullshit, … sebutan itu membuatku menjadi bulan-bulanan dan tanpa sadar telah membulatkan tekadku untuk keluar dari sini.
Banyak hal manis yang aku teguk dari kantor ini. Cita-citaku untuk menjadi seorang yang dapat diandalkan tlah terwujud. Targetku untuk sekolah lagi dengan beasiswa terlaksana, bahkan sekolah ke luar negeri. Keinginanku untuk memiliki sedikit harta dari jerih payahku sendiri, terkabul. Niatku untuk bertamu ke Masjid Haram terlaksana. Sebagai seorang wanita di usia 40-an, aku bangga pada pencapaianku.
Semoga, hari-hariku di Balitbangda menjadi lebih baik. Di sana tidak perlu banyak bicara tentang diriku. Aku tidak mau menjadi orang munfik. Cukuplah Allah yang tahu rahasia hatiku. Jika pun aku populer nantinya, itu karena mereka membaca bukuku yang masuk list best seller, atau karena aku menjadi pembicara tamu yang keren.
Diriku harus berbeda dan menjadi lebih baik. Posisi apapun untukku, tidak boleh dari hasil minta-minta. Aku bercita-cita menjadi 100% diriku, karena jika tidak, aku tidak mungkin mukhlis 100% seperti diharapkanNYA.
Allah, mohon dengarlah aku?
Kantorku,.... terima kasih. Good bye!