Ketidaksukaan terhadap pelajaran ini telah bermula sejak siswa berada pada tahun pertama jenjang pendidikan dasar. Bahkan disinyalir banyak siswa lebih menyukai pelajaran Bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya dibanding BI. Hal ini tentu mengherankan mengingat BI adalah bahasa nasional dan harian bangsa ini. Selain digunakan oleh lebih dari 250 Juta penduduk negeri ini, BI juga digunakan oleh penduduk di negara berbahasa melayu seperti Singapura, Malaysia dan Brunei Darussalam. Fakta yang cukup membanggakan adalah sekitar 45 negara asing telah mengajarkan Bahasa Indonesia di sekolah-sekolah mereka seperti Australia, Amerika Serikat, Kanada, Vietnam dan lain-lain. Bahkan hingga era 1990-an, BI adalah bahasa asing yang paling populer di Australia.
Lalu mengapa pelajaran Bahasa Indonesia menjadi begitu menakutkan bagi generasi muda bangsanya sendiri?Apakah BI pelajaran yang sangat sulit? Di manakah kira-kira letak sulitnya?
Pada hakekatnya sebuah bahasa telah memenuhi fungsinya bila dua orang yang menggunakannya telah dapat saling memahami dan berkomunikasi. Sebagai bahasa percakapan, BI termasuk yang paling gampang dipelajari. Tak heran bila seorang asing yang datang atau menetap sementara di Indonesia akan bisa bercakap Indonesia dalam kurun waktu singkat. Dengan berkembangnya alat komunikasi telepon serta jangkauan media elektronik dan cetak yang lebih luas, penduduk Indonesia yang tinggal di daerah pedesaan pun dapat memahami BI walau ketika diminta menuliskannya menjadi kurang benar atau belum tepat.
Agaknya Bahasa Indonesia menjadi sulit ketika masuk ke wilayah penulisan dan pemahaman bacaan. Jika ditelusuri ke sekolah-sekolah yang mengajarkan BI akan terlihat bagaimana pelajaran ini tidak disampaikan dengan cara yang inovatif dan menarik. Sangat sedikit sekali guru BI yang mau mengembangkan cara pengajaran menulis dan membangkitkan minat baca siswanya padahal mereka bisa meniru atau memodifikasi (sebagai contoh) cara pengajaran Bahasa Inggris yang dikenal sangat atraktif tersebut.
Dalam kondisi saat ini di mana para guru telah mendapat tunjangan profesi yang lebih baik dibanding masa-masa lalu, sudah sepatutnya korps guru BI mengintrospeksi diri tentang metode pengajaran mereka selama ini. Bukan hendak menyalahkan, namun Wakil Menteri Pendidikan Fasli Jalal juga berpendapat bahwa peran guru sangat besar untuk meningkatkan apresiasi siswa terhadap pelajaran BI.
Menurut Fasli, ketidaktertarikan siswa terhadap pelajaran BI telah dimulai sejak pendiikan dasar karena banyak guru yang mengajarkan pelajaran ini belum berjenjang pendidikan strata 1. Hal ini menyebabkan gaya mengajar mereka tak berkembang. Faktor lain adalah para guru termasuk mereka yang mengajar di tingkat pendidikan SLTP dan SLTA malas membaca atau mengoreksi tulisan/karangan siswanya sehingga pelajar tersebut tidak memperoleh feedback dari tulisan/karangan yang ditugaskan kepada mereka.
Saya juga mencurigai bahwa minat rendah dari guru BI untuk mengembangkan cara mengajar yang menarik sudah dibawa dari bangku kuliah. “Kelesuan” ini berhubungan dengan rating fakultas pendidikan BI yang rendah dan tak naik-naik dari tahun ke tahun. Mahasiswa yang kuliah di Jurusan bahasa Indonesia sering karena “terpaksa”, hanya agar bisa diterima di perguruan tinggi negeri.
Indikasi tersebut diperkuat oleh data bahwa Fakultas Pendidikan BI tak termasuk 5 fakultas favorit di Universitas Pendidikan Indonesia. Rektor Universitas Pendidikan Indonesia mengatakan pada tahun 2011 ini jurusan yang paling diminati di institusi yang dipimpinnya adalah Pendidikan Ilmu Biologi, Bahasa Inggris, Pendidikan Ilmu Komputer, Pendidikan Manajemen dan terakhir Pendidikan Akuntansi.
Alhasil karena pendidikan BI kurang menarik maka rendah pula minat generasi muda terhadap profesi yang berhubungan dengan kemampuan mengolah Bahasa Indonesia (yang baik dan benar) seperti profesi wartawan dan penulis. Padahal kedua profesi ini termasuk profesi yang disukai dan dipandang intelek di negara maju.
Melihat kondisi ini, sudah sepatutnya semua pihak meningkatkan kepeduliannya, terutama para guru dan institusi negara yang mengurus masalah pendidikan. Terdengar klise namun ini benar adanya; jangan sampai Bahasa Indonesia menjadi asing di negeri sendiri.
(Penulis : Ir. Asnelly Ridha Daulay M. Nat Res Ecs, pemerhati masalah pendidikan dan peneliti pada Balitbangda Provinsi Jambi).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar