Hati. Hanyalah sekeping daging dalam susunan tubuh manusia namun keajaibannya tak mudah dipahami dan diprediksi. Hati, kadang teduh ketika dinaungi nurani, namun di lain waktu begitu panasnya karena diteriki amarah dan nafsu.
Hati bak pualam, betapa inginnya aku tuk memilikinya. Berilah aku hati pualam - begitu saja-, karena aku tidak sanggup tuk mencipta sekeping daging itu dengan mulusnya. Aku sudah berusaha tapi selalu gagal untuk mengukir lukisan halus dan indah di dindingnya. Bila Engkau menghendakiku untuk masuk surga, beri sajalah hati pualam itu, - tanpa syarat tanpa usaha. Setelah itu aku yakin sekujur tubuh ini akan bergerak dengan irama yang Engkau sukai, kan bekerja ‘tuk selesaikan amanat yang Engkau titahkan, akan mencinta dengan tiada harap balas, kecuali redhaMu.
Dalam interaksiku dengan manusia-manusia lain, hatiku sering tercemari. Hatiku disusupi virus-virus kemarahan, kebencian dan kebosanan. Aku tidak mampu lagi mempercayai kejujuran dan ketulusan di hati manusia lain.
Namun Ya Allah, ketidakpercayaanku pada hati orang lain, ternyata tak melindungiku dari kekhawatiran tertipu dan tersakiti. Aku merasa disakiti, dikhianati, bahkan dikuliti setiap saat. Tingkat kepercayaannku pada mahlukMu dah mencapai titik terendah dalam sejarah hidupku.
Saat ini, dalam keterpurukan hati yang sangat, dalam krisis kepercayaan yang begitu menggelisahkan, aku menyerah kepadaMu. Aku meminta kepemurahanMu? Beri saja aku hati pualam, tanpa syarat apapun dariMu, tanpa usaha apapunpun lagi dariku. Aku sudah capek, Ya Tuhan. (12 Januari 2005)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar