Mengenai Saya

Foto saya
Jambi, Jambi, Indonesia
wonderful life starts from a wonderful heart

28 Juli 2011

Jambi Minim Cendera Mata?

Peringatan Hari Pers Nasional (HPN) tahun 2012 yang akan dipusatkan di Provinsi Jambi akan menjadi kesempatan emas untuk mengenalkan budaya dan kerajinan unggulan daerah ini.  Ratusan tamu dan pengunjung dari seluruh Indonesia dan luar negeri akan tumpah ruah ke Jambi, memadati hotel dan ruang pertemuan serta pusat-pusat perbelanjaan. 
Layaknya orang yang berkunjung ke suatu daerah, pastilah mereka ingin mengetahui alam, budaya dan makanan setempat. Sekembalinya nanti, mereka tentu ingin membawa souvenir yang ringan dan menarik sebagai tanda mata yang mengingatkan akan kunjungannya ke tanah Jambi.
Bagi provinsi lain yang telah berpengalaman menangani even nasional seperti Sumbar dan Sumsel, ajang sekelas HPN pasti akan dimanfaatkan untuk meningkatkan jual beli di kalangan pengrajin dan pedagang di daerahnya. Bagaimana dengan Jambi? Apakah momen berharga ini juga dapat dimanfaatkan oleh para pengrajin dan pedagangnya mengingat selama ini cukup sulit mencari souvenir khas Jambi yang handy, terjangkau harganya dan menarik?
Sebenarnya cukup banyak kerajinan daerah Jambi yang dapat ditawarkan kepada tamu HPN nantinya. Salah satunya adalah batik Jambi. Motif batik Jambi sangat khas dan banyak ragamnya seperti Kepak Lepas, Cendawan, Batang Hari, Gong, Ayam, Matohari, Anggur, Duren Pecah, Kaco Piring, Kupu-Kupu, Pauh, Kembang Duren, Keladi, Angsoduo, Bayam Ginseng, Kapal Sanggat dan Atlas.  
Sayangnya harga batik Jambi relatif mahal. Batik yang ditawarkan kebanyakan dalam bentuk lembaran kain atau baju. Padahal kalau dibuat menjadi dompet, tas kecil atau kipas, souvenir berbahan dasar batik Jambi itu bisa lebih handy dan terjangkau harganya.
Demikian juga dengan ukiran kayu betung yang cukup terkenal ke luar daerah Jambi, para pengrajinnya telah lama kehilangan gairah. Kios kerajinan kayu betung di sepanjang jalan Desa Pemayung kini terlihat sepi dengan barisan kayu ukir yang kusam dan berdebu. Desain ukiran itu ke itu saja dan harganya semakin mahal, konon karena bahan mentahnya semakin sulit diperoleh.
Selain kerajinan kayu dan batik, terdapat juga kerajinan perhiasan batu alam (sejenis akik). Diantaranya yang khas dan hanya terdapat di Jambi adalah batu Sarang Tawon. Namun karena kurangnya promosi dan masih rendahnya produksi, perhiasan buatan Jambi ini pun mahal harganya.
Syukurlah makanan khas Jambi seperti empek-empek, kerupuk kemplang, lempok dan dodol nenas telah dikemas menarik di banyak gerai di Kota Jambi dan toko di bandara Sulthan Thaha sehingga dapat menjadi oleh-oleh mereka. Walaupun jenis dan variasinya belum menyamai provinsi lain, cukuplah untuk dijadikan oleh-oleh.
Bila Jambi ingin menjadi tuan rumah yang menyenangkan serta memanfaatkan seoptimal mungkin momen berharga HPN, ketersediaan cendera mata khas Jambi harus diperhatikan dari sekarang. Masih ada waktu kurang lebih 7 bulan ke depan. Siapa yang mau memanfaatkan peluang usaha ini? Haloo Dekranasda Jambi...siapkah menjawab tantangan ini?(ARD)

25 Juli 2011

JANGAN SAMPAI AYAM MATI DI LUMBUNG PADI




ADA PERTANYAAN yang cukup menggelitik dari Dewan Riset Daerah Provinsi Jawa Timur ketika berkunjung ke Jambi 14-16 Juli lalu. Sebagai daerah yang agribisnis perkebunan dan pertambangannya sedang berkembang, apakah Jambi telah memiliki sekolah atau jurusan pendidikan yang mendukung bidang usaha tersebut?
Pertanyaan tersebut dilontarkan para pakar dari berbagai disiplin ilmu tersebut dilatarbelakangi kondisi sekarang dimana semua provinsi di Indonesia tengah berpacu untuk mengurangi angka kemiskinan. Namun sebagian besar program pembangunan yang dilaksanakan lebih bersifat menangani kemiskinan yang ada saat ini dan mengabaikan potensi terciptanya kemiskinan baru karena kurang tersedianya lapangan pekerjaan dan kurangnya kompetensi tenaga kerja.
Provinsi Jambi mungkin termasuk yang abai dalam hal penyediaan pendidikan yang relevan dengan bidang usaha yang tengah berkembang di daerahnya. Sampai saat ini belum terdengar adanya perguruan tinggi yang memiliki jurusan perkebunan atau pertambangan, dua bidang usaha yang booming saat ini. Di jajaran Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Jambi memiliki jurusan pertanian yang jumlahnya terbatas. SMK yang menyediakan bidang keahlian agribisnis/agroindustri hanya berjumlah 28 SMK sedangkan jurusan pertambangan belum  ada.
Merujuk kepada data Jambi Dalam Angka tahun 2005-2009, jumlah tenaga kerja yang ditempatkan masih lebih rendah dari lowongan yang tersedia. Artinya pekerjaannya tersedia tapi pekerjanya tak memenuhi syarat untuk mengisi lowongan tersebut. Contohnya pada tahun 2009, tersedia 5.332 lowongan pekerjaan tapi penempatan hanya 4.349. Berarti ada selisih 983 lowongan pekerjaan yang tak terjamah oleh para pencari kerja di daerah ini.
Jika kecendrungan ini dibiarkan terus meningkat, ini alamat pengangguran makin tinggi di Provinsi Jambi. Penyediaan tenaga kerja yang memenuhi kompetensi yang disyaratkan oleh lapangan usaha adalah mutlak, sulit untuk ditawar. Terdapat beberapa alasan mengapa kita harus khawatir dengan menjamurnya Orang Miskin Baru (OMB) akibat meningkatnya jumlah pengangguran di Jambi.
Alasan pertama adalah kurang tersedianya sekolah atau jurusan yang link dengan kebutuhan dunia usaha. Di tingkat sekolah menengah, jumlah SMK jauh lebih rendah dari jumlah SMA yang ada. Tahun 2009 terdapat 228 SMA  sedangkan SMK kurang dari separuhnya yaitu berjumlah 107. Kita semua tahu bahwa tamatan SMA dibekali dengan ilmu umum sehingga kompetensinya untuk memasuki dunia kerja cukup rendah. Hanya sekitar 10% dari tamatan SMA yang meneruskan ke jenjang perguruan tinggi, berarti sekitar 90% sisanya menjadi tenaga kerja tak siap pakai.
Jika mengamati dunia pendidikan di Jambi, terkesan perkembangannya monoton. Jurusan baru yang dibuka di Universitas Jambi misalnya adalah jurusan “pasaran”, sudah banyak disediakan oleh universitas lain dan tidak link dengan kebutuhan industri berkembang saat ini. Nampaknya kebijakan untuk menyerap lebih banyak mahasiswa-lah yang menjadi prioritas, bukannya melahirkan lulusan yang siap dan mampu memenuhi permintaan bursa kerja.
Pemahaman masyarakat tentang pemilihan jurusan pendidikan yang siap pakai pun belum berkembang dengan baik. Banyak yang mendaftar ke universitas memilih jurusan berdasarkan pertimbangan “asal bisa diterima” atau memilih fakultas/jurusan yang akrab di telinga. Wajar jika fakultas tertentu masih banyak peminatnya walaupun pengangguran bertitel tersebut bertebaran di mana-mana. Demikian juga masih banyak siswa yang memilih masuk SMA karena lebih keren dibanding SMK, walau dirinya menyadari tak mampu melanjutkan ke jenjang lebih tinggi nantinya.
Bila Jambi tak mampu memenuhi kebutuhan tenaga kerja terlatih, dunia usahanya tentu tak akan menunggu lama. Mau tak mau mereka akan mendatangkan tenaga kerja dari luar Provinsi bahkan luar negeri. Ini akan menjadi kerugian ganda bagi daerah ini; lulusan sekolah dan perguruan tinggi bertambah, pengangguran pun meningkat dan orang luar menikmati hasil lebih besar di negeri ini. Orang Jambi akan seperti ayam yang mati di lumbung padi.
Melihat  kondisi ini sudah sepatutnya pemerintah daerah membuat kebijakan yang memastikan institusi pendidikan untuk membangun link dengan dunia kerja. Sebenarnya Gubernur Jambi dalam beberapa kesempatan telah mengungkapkan tergetnya tentang komposisi SMK: SMA di tanah Jambi menjadi 60 : 40. Namun jika tidak ada kebijakan untuk menumbuhkan SMK baru dan meningkatkan minat masyarakat kepada SMK itu sendiri, target tersebut sulit tercapai.
Universitas besar yang ada di Jambi seharusnya tak lagi berorientasi menjaring mahasiswa baru sebanyak-banyaknya demi meningkatkan pendapatan sendiri. Melahirkan lulusan yang dapat bersaing harus menjadi prioritas lebih penting.
(Ir. Asnelly Ridha Daulay, M. Nat Res. Ecs/ Peneliti Balitbangda Provinsi Jambi).