Mengenai Saya

Foto saya
Jambi, Jambi, Indonesia
wonderful life starts from a wonderful heart

25 Juli 2011

JANGAN SAMPAI AYAM MATI DI LUMBUNG PADI




ADA PERTANYAAN yang cukup menggelitik dari Dewan Riset Daerah Provinsi Jawa Timur ketika berkunjung ke Jambi 14-16 Juli lalu. Sebagai daerah yang agribisnis perkebunan dan pertambangannya sedang berkembang, apakah Jambi telah memiliki sekolah atau jurusan pendidikan yang mendukung bidang usaha tersebut?
Pertanyaan tersebut dilontarkan para pakar dari berbagai disiplin ilmu tersebut dilatarbelakangi kondisi sekarang dimana semua provinsi di Indonesia tengah berpacu untuk mengurangi angka kemiskinan. Namun sebagian besar program pembangunan yang dilaksanakan lebih bersifat menangani kemiskinan yang ada saat ini dan mengabaikan potensi terciptanya kemiskinan baru karena kurang tersedianya lapangan pekerjaan dan kurangnya kompetensi tenaga kerja.
Provinsi Jambi mungkin termasuk yang abai dalam hal penyediaan pendidikan yang relevan dengan bidang usaha yang tengah berkembang di daerahnya. Sampai saat ini belum terdengar adanya perguruan tinggi yang memiliki jurusan perkebunan atau pertambangan, dua bidang usaha yang booming saat ini. Di jajaran Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Jambi memiliki jurusan pertanian yang jumlahnya terbatas. SMK yang menyediakan bidang keahlian agribisnis/agroindustri hanya berjumlah 28 SMK sedangkan jurusan pertambangan belum  ada.
Merujuk kepada data Jambi Dalam Angka tahun 2005-2009, jumlah tenaga kerja yang ditempatkan masih lebih rendah dari lowongan yang tersedia. Artinya pekerjaannya tersedia tapi pekerjanya tak memenuhi syarat untuk mengisi lowongan tersebut. Contohnya pada tahun 2009, tersedia 5.332 lowongan pekerjaan tapi penempatan hanya 4.349. Berarti ada selisih 983 lowongan pekerjaan yang tak terjamah oleh para pencari kerja di daerah ini.
Jika kecendrungan ini dibiarkan terus meningkat, ini alamat pengangguran makin tinggi di Provinsi Jambi. Penyediaan tenaga kerja yang memenuhi kompetensi yang disyaratkan oleh lapangan usaha adalah mutlak, sulit untuk ditawar. Terdapat beberapa alasan mengapa kita harus khawatir dengan menjamurnya Orang Miskin Baru (OMB) akibat meningkatnya jumlah pengangguran di Jambi.
Alasan pertama adalah kurang tersedianya sekolah atau jurusan yang link dengan kebutuhan dunia usaha. Di tingkat sekolah menengah, jumlah SMK jauh lebih rendah dari jumlah SMA yang ada. Tahun 2009 terdapat 228 SMA  sedangkan SMK kurang dari separuhnya yaitu berjumlah 107. Kita semua tahu bahwa tamatan SMA dibekali dengan ilmu umum sehingga kompetensinya untuk memasuki dunia kerja cukup rendah. Hanya sekitar 10% dari tamatan SMA yang meneruskan ke jenjang perguruan tinggi, berarti sekitar 90% sisanya menjadi tenaga kerja tak siap pakai.
Jika mengamati dunia pendidikan di Jambi, terkesan perkembangannya monoton. Jurusan baru yang dibuka di Universitas Jambi misalnya adalah jurusan “pasaran”, sudah banyak disediakan oleh universitas lain dan tidak link dengan kebutuhan industri berkembang saat ini. Nampaknya kebijakan untuk menyerap lebih banyak mahasiswa-lah yang menjadi prioritas, bukannya melahirkan lulusan yang siap dan mampu memenuhi permintaan bursa kerja.
Pemahaman masyarakat tentang pemilihan jurusan pendidikan yang siap pakai pun belum berkembang dengan baik. Banyak yang mendaftar ke universitas memilih jurusan berdasarkan pertimbangan “asal bisa diterima” atau memilih fakultas/jurusan yang akrab di telinga. Wajar jika fakultas tertentu masih banyak peminatnya walaupun pengangguran bertitel tersebut bertebaran di mana-mana. Demikian juga masih banyak siswa yang memilih masuk SMA karena lebih keren dibanding SMK, walau dirinya menyadari tak mampu melanjutkan ke jenjang lebih tinggi nantinya.
Bila Jambi tak mampu memenuhi kebutuhan tenaga kerja terlatih, dunia usahanya tentu tak akan menunggu lama. Mau tak mau mereka akan mendatangkan tenaga kerja dari luar Provinsi bahkan luar negeri. Ini akan menjadi kerugian ganda bagi daerah ini; lulusan sekolah dan perguruan tinggi bertambah, pengangguran pun meningkat dan orang luar menikmati hasil lebih besar di negeri ini. Orang Jambi akan seperti ayam yang mati di lumbung padi.
Melihat  kondisi ini sudah sepatutnya pemerintah daerah membuat kebijakan yang memastikan institusi pendidikan untuk membangun link dengan dunia kerja. Sebenarnya Gubernur Jambi dalam beberapa kesempatan telah mengungkapkan tergetnya tentang komposisi SMK: SMA di tanah Jambi menjadi 60 : 40. Namun jika tidak ada kebijakan untuk menumbuhkan SMK baru dan meningkatkan minat masyarakat kepada SMK itu sendiri, target tersebut sulit tercapai.
Universitas besar yang ada di Jambi seharusnya tak lagi berorientasi menjaring mahasiswa baru sebanyak-banyaknya demi meningkatkan pendapatan sendiri. Melahirkan lulusan yang dapat bersaing harus menjadi prioritas lebih penting.
(Ir. Asnelly Ridha Daulay, M. Nat Res. Ecs/ Peneliti Balitbangda Provinsi Jambi).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar