Mengenai Saya

Foto saya
Jambi, Jambi, Indonesia
wonderful life starts from a wonderful heart

28 Januari 2011

Dilarang Keras Cengeng, Walau Duit Tinggal Seceng


MEMANG enak jadi presiden. Baru beberapa hari mencurahkan isi hati soal gajinya yang tidak naik-naik, oleh Menteri Keuangan langsung ditindaklanjuti dengan menyusun usulan kenaikan gaji. Tidak tanggung-tanggung, 8000 pejabat negara lainnya kejatuhan untung karena diusulkan juga untuk menerima kenaikan gaji. Sungguh kontras dengan nasib para ibu rumah tangga kelas menengah ke bawah. Siapakah yang peduli dengan keluhannya akan uang belanja rumah tangga yang tak cukup karena semua harga sembako naik?

Coba simak harga sembako di Jambi belakangan ini. Semakin gila saja. Cabe Rp80 ribu/kg, beras Rp10 ribu/kg, gula pasir 12 ribu/kg, minyak goreng Rp11 ribu/kg serta kentang dan kol menembus harga Rp 5 ribu/kg. Untung saja ongkos angkot tidak ikut naik sehingga masih ada sisa uang recehan di dompet mereka.

Banyak diantara ibu-ibu tersebut sudah mengkomunikasikan masalah kenaikan harga ini kepada suami masing-masing. Sebagian direspon positif; uang belanja hariannya ditambah. Tapi diantara mereka banyak yang dicuekin; karena suami tak peduli atau memang tidak ada lagi sumber pendapatan yang bisa dibagi.

Untungnya ibu rumah tangga di Indonesia ini tidak secengeng pejabat yang keenakan dimanjakan oleh negara. Mengutip sebuah iklan rokok yang kurang lebih berbunyi begini; dilarang keras cengeng, walau duit tinggal seceng, ibu rumah tangga selalu ada akal untuk menyiasati kesulitan,  serta bekal kesabaran tanpa tepi.

Kiat pertama para ibu biasanya dengan mengurangi kualitas barang yang dibeli. Masih belum cukup juga, diikuti dengan mengurangi jumlahnya, misalnya dari beli sekilo cabe menjadi setengah kilo saja dan gilingnya diirit-irit. Sementara kegiatan shopping baju, tas dan barang-barang tertier lainnya dipending dulu hingga ekonomi kembali stabil.

Bila duit belanja masih kurang juga, maka demi kesejahteraan anak dan suami, banyak ibu rumah tangga rela menguras tabungan di bank atau menggadaikan gelang, cincin dan perhiasan berharga lainnya untuk menutupi ketekoran.

Untunglah dampak buruk dari kenaikan harga tersebut baru menimbulkan efek lesu dan semakin pesimis dengan kinerja pemerintahan sekarang. Dampak yang cukup mengkhawatirkan seperti sering diungkapkan para pengamat/ahli masalah sosial kemasyarakatan yaitu meningkatnya angka perceraian, bunuh diri dan kriminalitas, kelihatannya belum menonjol. Setidaknya media massa tidak melaporkan  peningkatan kasus-kasus tersebut.

Sebagai sebuah negeri yang masyarakatnya dikenal cukup relijius, kesulitan ekonomi nampaknya bisa diatasi oleh warga Jambi dengan baik. Kearifan seperti itulah yang seharusnya kita tumbuhkan dan pelihara. Cukup relevan rasanya bila pada masa sulit ini kita kembali membaca dan merenungi kutipan puisi Omar Khayyam berikut ini;

Apakah kemiskinan yang membawa ku kepada mu?
Tidak ada yang miskin, asal ia pandai berkeinginan sederhana.

Rasa pahit dari kesulitan ekonomi ini dapat ditawarkan atau dikurangi kecutnya dengan kembali kepada gaya hidup yang lebih sederhana. Tidak perlu mengadu ke siapa-siapa. Mudah-mudahan kita tak akan jatuh miskin, atau jadi seorang peminta-minta karena krisis ekonomi ini.
Seharusnya presiden dan pejabat negara lainnya mau belajar dari filosofi hidup para ibu rumah tangga ini.

24 Januari 2011

A Pure Mind




 I have passed the weeks that were full of distress. I questioned the decision of ALLAH who placed someone in a good position while I thought he is not capable at all of handling the job. Now I find out that my opinion is wrong. That’s not my privilege to judge people though I know they are stupid or dishonest. I am also a weak creature, aren’t I? So I should be ashamed of judging people as being incapable or improper person for that position.

Today I was blessed with a pure mind. After meeting several freshly appointed Kadis-es (The Head of Offices in Jambi Province) last Friday, I can see them with different eyes. They are actually not stupid at all, at least they are successful in negotiating their wish (to be a Kadis); they do not easily give up in getting their current positions. They are also very amiable and communicative to anyone they meet.

Frankly I cannot follow their ways. I can’t keep my tongue not to criticize someone that I think incorrect. I will not fight for a position though I want it very much. I also will not smile to people who I know talked about me behind my back.

As a Muslim who keeps the commitment to carry out the Islamic principles, I am seriously in spiritual/moral damage. I have to shut up my mouth and wash as well as clean up my heart. It is a detriment for me if I still reveal the shames of my colleagues. Allah will get angry. My spirit to work well will be up. I will end up in nothing.

I should be grateful that Allah still provides a feast for me; eating at least twice in a day, books in every corner of my house, and a notebook that is always with me. I am healthy and able to gather with my husband, sons and sister. My colleagues never underestimate my brain and my effectiveness in working. Indeed I am not a very rich lady, but I have learnt that the fortune is not everything. I should be happy with my achievement.

Thank God for YOUR guidance. I am lucky; the wish to balance my life and to search the best way to calm myself have come to this pure mind. That spirit has brought me to this awareness.

 Perhaps I have made some friends upset with my restlessness. I polluted their hearts, pushed them into hopeless and negative thought about our colleagues. My presence should be a grace for my surrounding, not a torment. What will I be later on if all my kindness is confiscated by the people because I ever talked bad things about them?

I have to stop this bad attitude. Not for them, but it’s for my own sake. I fight to get HIS promise of a Husnul Khatimah. I will not let that hope go.

18 Januari 2011

YOU CARE FOR ME, DON’T YOU?


I understand that maintaining the Islamic norms needed a strong mind and commitment. By (only) saying; I will be like this or I will do that, will end to nothing.  Allah say that no one is permitted to say he/she is faithful (to Allah) until he/she get trials and pass them. I can’t easily say that I am a good Muslim while I am still taking money from unclear sources, or I still complain about the uneasiness I experience in my life.
I believe so much in YOUR words, my LORD. But, I am sorry that I am still questioning YOUR scenarios.
Right now I am facing disappointment. I have to watch big liars around me. A guy who once told me that he disagreed with deceitfulness in career promotion, and that he reached his current status by his own efforts, finally was appointed to a higher rank in my office. I am not envious with him. (But) The stinky smell bothers me. He does not fulfill the requirement to get that position. His career age as civil servant is only 17 months and he is also very young compared to the other staff who worked much longer than him. I can’t hide suspicion that something unfair is happening here.
Actually it’s my social duty to reveal this to public but… it is quite difficult, a quandary. That reaction will affect or even worsen our friendship. I don’t want to have more enemies.
I also learn from other cases in another office. For the sake of someone who is so ambitious to get promotion, the other staff must be dumped from his position, without knowing his mistakes. In other case, someone gets position that doesn’t suit his education background.
Why this still happen when our leaders talk to public that they will change those unfair ‘games’? I do my best to improve myself and my commitment toward this province. But it seems that I am alone here, in this ‘Middle of Nowhere’. No one appreciate what I did. The people, who look so nice in front of me and my husband, actually leave us without saying any excuse or explanation. Perhaps in their opinion, we don’t need any explanation at all.
Allah…. I have run what YOU decide for me and my family, but sometimes I cannot take it sincerely. No one cares for the idealism I fight for. I don’t want to be a hypocrite, and it is not my intention too to be a powerful woman. I just want to be honored as a dedicated worker. I also don’t want to keep hatred in my heart. Can YOU understand what is debating inside me now? Please console my heart…! YOU care for me, don’t YOU?

10 Januari 2011

BIKIN CABE KERING AH….


Ternyata teknologi sederhana untuk mengawetkan cabe –agar bisa jadi stok ketika harga cabe melambung- sudah disosialisasikan pemerintah lewat internet dan media.  Kita aja yang malas mencari dan memanfaatkan informasi ini. Kalo nanti harga cabe sudah murah lagi, ...coba deh cara ini.

Cabe yang masak dipilih yang sehat dan mulus, kemudian tangkainya dibuang selanjutnya dicuci bersih agar bebas kotoran dan pestisida. Setelah bersih direndam dalam larutan Natrium Bisulfit 0,2 % yaitu dengan melarutkan 2 gram NaBisulfit dalam 1 liter air panas selama kurang lebih 6 menit, sampai betul-betul terendam. Perendaman ini untuk mempertahankan warna cabe kering agar tetap seperti semula.
Selesai perendaman, cabe diangkat dan dicelupkan dalam air dingin untuk menghentikan pemanasan, lalu tiriskan dalam tampah atau niru atau rak bambu. Kemudian dijemur di panas matahari selama 7-10 hari sampai kadar air 10 % (supaya lebih tahan lama, kadar air dapat diturunkan lagi). Pengeringan juga dapat dilakukan dengan oven atau alat pengering buatan.
Pembuatan Alat Pengering Sederhana Ukuran Alat : - Tinggi 130 cm (termasuk tinggi kaki 40 cm), lebar 100 cm dan panjang 100 cm. Jarak antar rak dan dinding 15 cm. Rak dibuat dengan ukuran 100x85 cm dengan bingkai selebar 4-5 cm. Alas bingkai dibuat dari bilahan bambu selebar 5 mm yang dianyam dengan jarak 5 mm. Tutup atas dibuat dengan ukuran 20x100 cm dan tutup bawah 15 x 100 cm. Luas lobang pemasukan panas 20x20 cm dengan tinggi 20 cm. Penahan panas dibuat berukuran 30x30 cm yang dipasang miring dengan ketinggian di salah satu sisinya 7,5 cm. Dinding alat pengering dibuat tiga lapis. Lapisan luar dari papan kayu, bagian tengah diisi sekam padi dan bagian dalam dilapisi seng penahan panas. Untuk kontrol suhu pada dinding pintu bagian dalam dipasang termometer.
Penggunaan Alat : - Pada rak yang telah bersih, letakkan cabe yang telah ditiriskan secara teratur dengan ketebalan kurang lebih 2 cm. Setelah rak terisi penuh, rak dikembalikan ke dalam lemari pengering, lalu pintu katub atau ventilasinya ditutup. Kemudian sumber panas dipasang di lubang pemasukan panas. Suhu pengeringan yang digunakan 60 derajat Celcius. Bila telah mencapai suhu tersebut pintu dibuka untuk mempertahankan suhu.
Agar cabe rata keringnya maka rak-rak pengering harus saling dipindah tukarkan letaknya setiap 3-4 jam sekali, dengan cara rak 4 ke rak 1, rak 1 ke rak 2, rak 2 ke rak 3 dan rak 3 ke rak 4. Cara ini dilakukan terus menerus secara bergantian, sampai didapat kadar air cabe menjadi 10%. Lama pengeringan dengan alat ini akan memakan waktu 10 jam.
Dengan alat ini akan didapat cabe yang lebih awet daya simpannya, rasa tetap dan warnanya tidak rusak. - Setelah pengeringan maka cabe kering bisa langsung dikemas dalam kantong plastik atau digiling untuk dijadikan bubuk. Kemudian simpan atau dikirim ke daerah yang kurang produksi cabenya sehingga penumpukan cabe di suatu daerah pada saat panen dapat teratasi. (sumber: Deptan RI)

1 Januari 2011

TAK GUNA RESOLUSI HATI DI PERGANTIAN TAHUN

Beberapa selebritas internasional dan lokal mengumumkan resolusi hatinya untuk tahun 2011. Victoria Beckham berjanji untuk mengurangi konsumsi alhohol, lebih banyak minum air putih dan tidur cukup di tahun 2011 agar tubuhnya lebih bugar. Ini merupakan resolusi untuk memperbaiki gaya hidupnya yang kurang sehat. 

Tak hanya artis, seorang teman perokok berat bertekad untuk mengurangi konsumsi tembakau. Resolusi ini merupakan ulangan dari tekad tiga tahun lalu yang gagal diwujudkan. Adik saya beresolusi untuk mengejar (kembali) dan memenangkan beasiswa ke luar negeri. Banyak resolusi dibuat pada waktu pergantian tahun, bergaung sejenak di dalam hati namun hilang begitu Januari, Februari, Maret …berlalu.

Belajar dari sekolah kehidupan, momentum pergantian tahun bagi saya bukan lagi saat yang tepat untuk mencanangkan perubahan diri. Tahun baru hanyalah momentum pergantian penanggalan, dari Desember tahun sebelumnya ke Januari tahun yang baru serta segala konsekuensi yang mengiringinya. Pada senin lusa dan beberapa minggu setelahnya, saya tidak akan menemukan perubahan fisik dan suasana di kantor. Ruangan akan tetap sama, gaji belum akan naik dan bos serta staf masih yang itu juga. Karakteristik teman-teman yang saya temui juga masih sama. Kalaupun ada perubahan, sangat tak kentara sehingga saya tidak dapat merasakannya.

Terburu-buru dan terlalu maksa menciptakan resolusi di hari pergantian tahun tak akan efektif. Bukankah ada 365 hari dalam satu tahun? Bukankah ada hari-hari yang lebih istimewa dan bernilai spiritual - seperti hari-hari di bulan Ramadhan, Idul Fitri, Idul Adha, Natal, hari kehilangan seorang yang dicintai atau hari kelahiran-  dibandingkan sebuah hari pergantian tahun? 

Bagi saya tahun baru adalah sama dengan hari ‘biasa’ lainnya. Justru ada hari (momentum) yang lebih bermakna dan mendorong hati saya untuk ikhlas beresolusi. Hari-hari setelah kepergian ibu saya misalnya, saya bertekad untuk mengikuti sifat-sifat baiknya dan akan selalu mencintainya. Sepulang melaksanakan ibadah  haji, saya beresolusi untuk mundur dari kesibukan ‘dunia’ yang tidak jelas,  lebih dekat dengan anak dan kerabat serta kembali  merintis cita-cita saya untuk jadi penulis.  Tekad yang dibangun pada hari-hari tersebut, nyatanya dapat saya pelihara dengan baik dan perlahan diwujudkan . 

Malam tahun baru bagi saya sekedar hari libur, hari keluarga dan hari bergembira. Hari ini terlalu bising untuk membangun sebuah tekad. Bukankah peran kalbu – rumahnya tekad- lebih terasa di dalam ketenangan dan keprihatinan?

Tak perlu repot bikin resolusi di tahun baru. Nikmati saja datangnya tahun baru apa adanya dan tak berlebih-lebihan; menikmati kembang api yang dihamburkan ke udara, makan ubi dan jagung bakar seraya mengawasi anak-anak camping  di halaman rumah.  Perasaan ringan namun optimistik mungkin lebih membantu untuk memenangkan perjuangan di   tahun  2011 dibandingkan gundukan resolusi yang kemudian kehilangan daya juangnya.