Mengenai Saya

Foto saya
Jambi, Jambi, Indonesia
wonderful life starts from a wonderful heart

19 Oktober 2011

Jalan “Budaya dan Olahraga” H. Agus Salim


Satu lagi kawasan yang cukup hijau di Kota Jambi dan karenanya menjadi indah dipandang mata adalah kawasan sepanjang jalan H. Agus Salim di Kota Baru. Di sini terdapat monumen sederhana yang mungkin dimaksudkan sebagai penanda bahwa kawasan tersebut adalah pusat pemerintahan Walikota Jambi. Monumen tersebut dikenal sebagai mini Monas-nya Jambi.

Ruas jalannya cukup panjang hingga mencapai Simpang Kebun Handil dan apik ditumbuhi pohon tua. Trotoar di jalan ini juga lebar dan kondisinya masih bagus. Pada akhir pekan sering diselenggarakan pertunjukan band anak muda dan road race. Tak heran bila di sini banyak terpasang umbul-umbul dari sponsor penyelenggara acara tersebut.

Selain merupakan kawasan perkantoran, di sini terdapat dua gedung besar yang menjadi pusat aktivitas olahraga dan seni. Gedung Olah Raga (GOR) Kota Baru merupakan sasana bagi generasi muda Jambi berlatih olah raga beladiri, atletik atau sekedar belajar mengendari motor dan mobil. Sebenarnya tempat ini cukup potensial untuk dikembangkan menjadi pusat hiburan masyarakat yang murah, namun karena tak diurus dengan baik, penampilan gedung ini malah memprihatinkan.

Satu lagi gedung yang terlunta-lunta adalah GOS Kotabaru. Semestinya gedung ini dimanfaatkan untuk kegiatan berkesenian namun entah mengapa tempat itu menjadi begitu senyap, nyaris tanpa kegiatan. Padahal tak jauh di sampingnya berdiri Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi, tempat dibuat dan diluncurkannya kebijakan pembangunan di bidang kebudayaan dan wisata.

Mungkin karena kurangnya dukungan pemerintah untuk menghidupkan kawasan itu, keindahan dan keteduhan jalan Agus Salim tak termanfaatkan dengan sempurna. Seandainya di lokasi terbuka yang terdapat di kawasan itu ditampilkan atraksi budaya Jambi; tari japin, pencak silat, rebana dll, seperti atraksi budaya China yang sering ditampilkan di Orchard Road Singapura, Jalan Agus Salim bisa menjadi pusat hiburan sekaligus menanamkan kecintaan masyarakatnya terhadap budaya Melayu.

“Tanggo Rajo” Ancol

Salah satu tempat favorit warga Kota Jambi adalah kawasan Ancol. Kawasan ini terletak di daerah aliran Sungai Batanghari tepatnya di depan Rumah Dinas Gubernur Jambi. Yang menambah cantik lokasi ini adalah adanya rumah pesanggrahan Tanggo Rajo yang eksotis. Dari lokasi ini kita dapat melihat sisi keindahan Kota Jambi dimana pohon-pohon tua masih kokoh berdiri, seolah-olah mereka menjadi saksi bisu perkembangan Kota Jambi khususnya kawasan Ancol. Pohon-pohon ini menambah asrinya kawasan ini.
Duduk di tempat pengunjung yang dibuat permanen memberikan kesan tersendiri. Kawasan ini mulai terjaga kebersihannya, jalannya mulus dan bagus, fasilitas taman dan tempat duduk terjaga dengan baik dan rapi. Di bagian bawah, tepatnya di pinggir Sungai Batanghari, terdapat tempat duduk yang tak kalah nyamannya. Seolah-olah seperti stadion terbuka yang menyajikan indahnya pemandangan Sungai Batanghari dengan latar belakang perkampungan Seberang kota Jambi.
Disini kita dapat melihat keindahan Sungai Batanghari yang banyak dilalui oleh ketek maupun boat angkutan penumpang. Sesekali penambang ketek menawarkan jasanya dengan ramah kepada pengunjung untuk melihat Kota Seberang.
Kawasan ini bertambah ramai pada sore dan malam hari. Di sepanjang pinggir jalan dapat kita jumpai pedagang makanan dan minuman seperti jagung bakar aneka rasa, sate, nasi goreng, siomay, es tebu, dan lain-lain. Banyaknya pengunjung yang datang ke Ancol menumbuhkan peluang usaha bagi pedagang makanan dan minuman yang tentunya dapat meningkatkan taraf ekonomi masyarakat.
Walaupun kawasan Ancol berdampingan dengan kompleks Mall namun para pedagang kecil ini tetap optimis bahwa Ancol adalah salah satu pilihan rekreasi keluarga yang murah untuk melepaskan penat. Murah karena untuk memasuki kawasan ini tidak dipungut biaya masuk alias gratis. Pedagang mengakui banyak sekali pengunjung yang datang ke Ancol pada hari Sabtu, Minggu dan hari libur lainnya. Terkadang pada hari Kemerdekaan RI atau Hari Ulang Tahun Provinsi Jambi diadakan lomba Perahu Naga.
Pada senja hari yang cerah kita dapat melihat rona kuning kemerahan matahari yang tenggelam (sunset) di Sungai Batanghari. Perlahan-lahan semburat cahaya matahari tenggelam seolah-olah menyambut datangnya malam hari yang indah di Kota Jambi. Pada malam hari Ancolpun disulap seperti Kota Batam. Tampak lampu-lampu menghiasi Seberang Kota Jambi. Duduk santai bersama keluarga di akhir pekan sambil menikmati jagung bakar dan es tebu merupakan pilihan makanan dan minuman andalan kawasan ini.
Sayangnya, ketika kita melihat dari dekat Sungai Batanghari yang terkenal dengan julukan “Naga dari Selatan”, naga ini seolah-olah tercemar keberadaannya dikarenakan sampah/limbah yang dibuang ke sungai. Sampah plastik, kayu, botol, limbah jagung banyak mengapung di tepi sungai. Seandainya saja ada petugas kebersihan yang khusus mengangkut sampah-sampah yang mengapung di pinggir sungai maka “Sang Naga” akan tampak semakin indah.
Terkadang aroma tak sedap tercium yang mungkin berasal dari pembuangan limbah pasar, Mall atau hotel yang dibuang ke sungai. Sebaiknya pemerintah memperhatikan dan menindak pemilik Mall atau hotel yang masih membuang limbahnya ke sungai Batanghari. Karena jika hal ini terus dibiarkan bukan tak mungkin 2 tahun kedepan Sungai Batanghari tercemar, airnya menjadi hitam, berbau dan menjadi genangan sampah.
Pengelolaan parkir untuk kendaraan bermotor yang sering mengambil badan jalan perlu dikritisi karena mengakibatkan kemacetan. Pada malam Minggu sering dijumpai klub-klub motor berkumpul mencari hiburan di kawasan ini. Satu hal lagi yang dikeluhkan orang tua yang membawa anak-anaknya adalah tidak tersedianya fasilitas dan arena bermain untuk anak-anak. Apalagi dekatnya dengan jalan raya menimbulkan rasa was-was akan keselamatan anak-anak tersebut. (Weni)

18 Oktober 2011

Sepanjang Jalan Kenangan A. Yani


Kompleks Kantor Gubernur Jambi di Jalan A. Yani Telanaipura adalah alun-alunnya Kota Jambi. Di sanalah berbagai aktivitas warga pada akhir pekan seperti jalan santai, senam massal atau bersepeda ria diselenggarakan . Selain memiliki lapangan luas, deretan pepohonan di sepanjang Jalan Yani benar-benar indah dan menentramkan jiwa.

Jalan Yani ditata sebagaimana jalan utama di kota-kota besar dunia, semisal jalan-jalan di negara terdekat Singapura. Menyusuri jalan ini dengan berjalan kaki, di bawah keteduhan pepohonan tua, serta diterangi lampu jalan yang berlekuk dan berhias gaya asli Jambi, tiba-tiba kita disuguhi pemandangan “istana” gubernur Jambi yang elegan dengan warna off whitenya yang muncul di ujung rimbunan dedaunan. Sungguh sebuah keindahan yang mahal di tengah kota yang terus berpacu dengan kegiatan bisnis dan seringkali akhirnya harus mengabaikan harmonisasi dengan alam.

Terlihat bahwa bagian kota yang satu ini terus dijaga, pohonnya disiram dan dirawat secara teratur dan trotoar jalannya cukup bagus walau ada yang pecah di beberapa bagian. Pemandangan di sini sangat kontras dengan bagian kota yang lain, yang tak punya trotoar dan pepohononannya ditebang karena mengganggu aktivitas perdagangan.

Meski tak terlalu menambah nilai kecantikan spot ini, keberadaan gedung perkantoran dengan halaman yang luas serta taman yang terawat membuat kawasan Yani semakin berwibawa. Dari sinilah sebagian besar kebijakan pembangunan negeri Sepucuk Jambi Sembilan Lurah dibuat dan diluncurkan.

Sayangnya, kehadiran pedagang bergerobak dan remaja yang ugal-ugalan dengan kendaraan bermotor di sore dan malam hari cukup merusak mata dan mengganggu aktivitas mereka yang ingin menyusuri jalan kenangan ini. Seandainya kawasan ini dapat menjadi kawasan bebas kendaraan bermotor, setidaknya pada hari Sabtu dan Minggu, ini dapat mengurangi sembrawutnya lalu lintas di Kota Jambi, sekaligus mendukung kampanye go green pemerintah.

17 Oktober 2011

An Open Letter. “You broke our heart!”

You are never aware the pain you left in our heart. Even though we elaborate it one by one and with tear, you may not care. Because in your mind, we are only tool that you use when you need it, we are only an ATM machine where you come to withdraw some money. Since we mean objects, you never pay respect to us.

Now you bother us again with your perverted religion practice and sue the inheritance of our late mom while our father is still alive. Why is your heart so cold and no kindness at all in it? Who did tell you that you still have a right in the family's inheritance by looking at the fact that you are not a moslem anymore?

My brother, once you were the most handsome one in the family and made our parent so happy. You could reduce our suffer by listening to your heart. For the sake of our relation in the past and your sons who are still our concern, don't be so cruel to us. Please leave us alone and get someone else you can rely on. For the sake of our papa who ever treated your family very well and without any complaint, let him enjoy his elderly life in calmness, entertained by the beautiful Qielah.

For such a long time we accepted you as you were, we aplogized your sculduggery and deceit . It was our mistake to cover all of your bad behaviours, but Allah know that we did that in hope someday you will grow up and become a responsible man. But you walk away and away from us. We are sorry to say this but you have to be out from our circle now.

My brother, take this concequency bravely. Please be sportive! Don't be coward. Your god (perhaps) is willing to help you.

16 Oktober 2011

Speak Right to His Heart

It's not easy to deal with a teenager. And now i face that, it's my dear Fathur, the source of my concerns. He always tries his best to forget, ignore, even argue my order. Even though his IQ is high, it seems that it is quite difficult for him to understand my words. Is that because of the nature of rebellion in himself or because I fail to speak right to his heart?

Every time I ask him to do pray or to study, he says 'yes' first but forget it one minute after that. I do not want to quarrel with him; the last one was very hot and I promised not to have another one anymore. Anyway, he is so nice when we are talking about other matters such as football or people in our family. I do not want to lose the nice figure of him because of the difference between us.

I notice that he becomes so antipathy once we start talking about religion practice or school. Perhaps he sees them as burdens in his youthful life. He doesn't understand yet that not all in this world is pleasant and easy. Some contain of human tasks. You have to do that in order to be a better and responsible human. Every time I remind him about this, it seems I have put something heavy on his shoulder. Who can teach me how to speak so he is not antipathy anymore to the subjects i put forward?

That is not my intention to make his life difficult. I love him dearly. I pray that he can balance his life well, enjoy it as well as accept the task with pleasant and sincere heart. If i should change the way i speak, please tell me how? My dear, please open your heart so i can speak right to it.

13 Oktober 2011

Long lasting Foolishness


Please do not think that research conducted by a PhD (Doctor) or a Professor must be execellent! At least in Jambi, there is no big difference between research conducted by a low level researcher and that of Doctor or Professor, especially ones funded by Balitbangda.

Like the researches exposed today, I can not see/ hear something new or interesting. They only produced summaries and recommendations that are already public commons. In another sentence, without those reasearches every one is familiar enough with such kind of information and recommendation.

I am wondering now, do they realize that they are cheating the community by producing such kind of research? That (perhaps) would be not a big deal if the research is just their own initiatives or self-funded. Yet in this case, the provincial government gave fund to that research in hope they will produce useful solution for the problems in this developed province. What they gave today was so disappointing as well as humiliating their professions as either lecturer or researcher.

I can not forgive them money hungry. They have been betraying their profession just for the sake of material things. Physically They are not poor. Their hearts are!

So... I got nothing from today seminar. I even can not ask, the time was out ( or it was purposely designed so no one had chance to ask/clarify the methodolgy of research). I was pity of my boss who looked satisfied since the Sekda was willing to come and gave speech. The finalization of research project satisfies her so much but she does not consider the outcome of that researches

How pity you are my Jambi... Again your smart children cheat and do foolishness. I hope I am wrong; but I sense that this mass duping will last long. No indication yet this will end soon.

10 Oktober 2011

A Loser or A True Rebellion


If you never feel that your luckiness has been ended, please read what i share about that. 

Right now I am in that feeling. The situation, the people and even the things around me are not supported to work well and to reach things I fight for. The people make me sick. No ethics and good values hold by this community, so not suprising the fair play is far away from their points of view. I am tested and I feel I will not be able to pass it.

It' difficult, very exhausted indeed, to get a little appreciation here. Just a few people see me as a human, there are more people see me as one whom can be used to finish their work, to increase their good reputation or to enrich their selves. Without shyness they use me!

The only friend I have now is the man who married me. He accompanies me these last 15 years but he also can't help. His recommendation was ignored. I am wondering how could they dismiss his recommendation after what he did and fought for Jambi?

Once I intended to do fasting everyday so desires in my self will die slowly. My life would be easier if I don't have any target or ambition. Without desire in my heart, of course I don't need to compete anymore. I will satisfy with all I get, despite no energy left to fight, the things or status also have been destined to be mine.

I have prayed every day, almost every night, not complain whatsoever happened. Everything is already in its place, isn't it? Once I ever lived in glory and now the time to live in modesty is coming..., i should take it sincerely. But how difficult it is to set that concept into my mind. Is that because i am a true rebellion? Or I am actually only a big loser?