Mengenai Saya

Foto saya
Jambi, Jambi, Indonesia
wonderful life starts from a wonderful heart

16 Juli 2013

Menikmati Indahnya Taraweh

SEORANG Ustadz mengatakan shalat taraweh adalah shalat bersenang-senang. Shalat taraweh seharusnya dilakukan dengan hati tenang, tidak mengumpat meskipun  ayatnya panjang dan tidak terburu-buru meski rakaatnya banyak. Bahkan bagi siapa yang ingin membawa minuman untuk diteguk ketika jeda antar shalat taraweh, dipersilakan saja. Tujuannya agar shalat panjang tersebut terlaksana dengan lebih khusu'.

Dengan maksud untuk mencari kesenangan taraweh itu dan memaknai kehadiran Ramadhan yang hanya setahun sekali, saya dan suami hampir setiap malam shalat taraweh berpindah tempat. Kami ingin mencicipi nuansa berbeda shalat di satu masjid dengan masjid lainnya.

Tak banyak syarat yang kami tetapkan untuk pilihan masjid taraweh malam ini; masjidnya cukup lapang dan manajemennya baik, parkir leluasa, dan relatif dekat dari rumah kami.
Ternyata shalat taraweh di masjid berbeda benar-benar mendatangkan keindahan yang kami cari. Seraya mendengarkan azan, takbir, bacaan ayat Al Quran yang merdu, kami bisa menikmati interior masjid yang artistik. Zikir kami juga bisa lebih khusu' dan banyak bila dibanding  shalat taraweh di lingkungan rumah sendiri -maaf, karena di lingkungan sendiri kita cenderung ngobrol atau berbagi cerita dengan tetangga yang duduk di sebelah.

Shalat di masjid lain  juga bermakna silaturrahmi karena sering kami dipertemukan dengan teman atau kerabat yang bertahun-tahun tak berjumpa. Pertemuan singkat di teras masjid misalnya, sudah cukup untuk bertukar nomor HP yang telah hilang atau mengupdate informasi yang terputus.

Manfaat lain yang terasa adalah shalat taraweh menjadi tidak membosankan karena gaya taraweh di setiap masjid berbeda. Ada yang rakaatnya 20, ada yang hanya 8 rakaat. Beberapa penyelenggaraan taraweh disertai tausiah, yang lain tidak. Ada masjid yang tarawehnya dihiasi zikir dan shalawat untuk Rasulullah dan sahabat-sahabatnya, namun ada yang tidak samasekali. Semuanya menunjukkan keragaman dalam memaknai Islam dan kami mencoba memahaminya dengan hati lapang.

Dalam perjalanan kembali ke rumah, kami menikmati suguhan penutup; Jambi di waktu malam yang diterangi lampu seadanya, para penjual makanan  pinggir jalan, dan ratusan orang bersarung dan bertelekung keluar dari masjid. Jambi seperti kota santri, ribuan penduduknya kembali belajar Islam dan berlomba-lomba merebut keistimewaan Ramadhan.

Kami adalah bagian dari Hamba-hamba Allah itu. Seandainya ramadhan ini menjadi Ramadhan yang terakhir, mudah-mudahan kami tak menyesal karena telah menikmati dan merasakan keindahannya.