Mengenai Saya

Foto saya
Jambi, Jambi, Indonesia
wonderful life starts from a wonderful heart

26 September 2010

AWAS, …BAHAYA OVERFISHING DI DANAU SIPIN!

Ingin ikan tawar segar dan murah? Silakan datang ke tepian Danau Sipin di Buluran, Kecamatan Telanaipura, Kota Jambi. Di sini, dari pukul tujuh pagi hingga pukul lima petang, deretan kios ikan yang umumnya ditunggui perempuan setengah baya siap menjajakan ikan yang anda cari; ikan lambak, bujuk, lele, nila, baung, patin, hingga ikan yang makin langka saat ini seperti toman dan lais.


Bagi Halimah, 52 tahun, Danau Sipin adalah berkah. Lebih dari 10 tahun dia berjualan ikan danau di kios kayu sederhana dan sempit, yang dibangun di pinggir jalan Buluran tersebut. Modal usahanya hanyalah uang ratusan ribu rupiah untuk menampung ikan yang ditangkap oleh nelayan setempat. Hasilnya digunakannya untuk menghidupi keluarganya hingga ke tujuh anaknya merangkak dewasa seperti saat ini.


“Tiap pagi mulai jam enam, saya sudah ada di sini, menunggu nelayan mengantarkan ikan,” jelas perempuan berkulit hitam manis ini. Ikan yang ditampung dan dijualnya tidak sama setiap hari, tergantung tangkapan hari itu. Kalau lagi musim ikan, hampir semua jenis ikan danau tersedia, namun pada saat banjir atau air danau dangkal, pernah dia tidak berjualan. “Ikannya tidak ada,” jelas Halimah yang bersuamikan seorang petani kebun karet ini.


Danau Sipin memiliki luas sekitar 42 ha dan saat ini merupakan lokasi pengembangan budidaya ikan keramba di Kota Jambi. Ikan yang dibudidayakan adalah ikan nila, ikan mas, dan patin Jambi. Tidak semua ikan yang dijual di Buluran merupakan ikan ‘asli’ danau tersebut, namun sebagian merupakan ikan yang ‘lolos’ dari keramba tersebut, lalu hidup liar di danau beberapa waktu dan kemudian ditangkap oleh nelayan setempat.


Dari sekian jenis ikan danau yang dijual Halimah, ikan yang tergolong mahal harganya adalah ikan lais, baung, toman dan jenggot. Harganya kadang melampai Rp30 ribuan per kilogram. Walaupun cukup mahal, pembelinya selalu ada karena ikan tersebut termasuk ikan kesukaan masyarakat Melayu Jambi. “Ikan jenis tersebut kadang tidak sempat lagi dijajakan karena sudah dipesan dan tinggal menunggu dijemput pembelinya,” terang Halimah yang mengaku penghasilannya tidak menentu dari jual beli ikan ini.


Ikan yang paling murah, tentu saja ikan lambak, icon ikan Danau Sipin. Begitu murahnya, harganya sekilonya hanya Rp.10 ribu, bahkan kadang diobral hanya Rp 7 ribu atau Rp5 ribu. Nampaknya nelayan setempat tidak mau melewatkan ikan lambak yang masuk ke jaring mereka, walaupun ikan yang terjaring tergolong anak ikan atau jumlah yang ditangkap sudah banyak.


Bicara mengenai untung yang diperoleh, Halimah pun menjawab diplomatis. “Semua kan tergantung musim. Kalau banyak ikan, yo banyak untungnyo. Kalau lagi sepi, yo itulah baru rezekinyo,” ucapnya sambil mengutarakan rasa syukurnya karena pelebaran jalan Buluran satu tahun terakhir telah membawa konsumen yang lebih banyak lagi.


Rata-rata pedagang ikan dan nelayan di kawasan tersebut tidak memiliki wawasan yang cukup tentang bagaimana menjaga kelestarian Danau Sipin. Belum terbersit di pikiran mereka bahwa ketidaklestarian alam dan prilaku overfishing (penangkapan ikan secara berlebihan), suatu saat nanti dapat memangkas habis rezeki mereka. Fenomena makin langkanya beberapa jenis ikan seperti ikan toman, dan ikan jenggot nampaknya belum menggugah hati mereka.


Sampai kapankah mereka dapat meraup rezki dari kemurahan alam tersebut? Jika penduduk sekitar Danau Sipin kurang peduli terhadap kelestarian sumber daya ikan di Danau Sipin, bisa-bisa beberapa tahun mendatang para penikmat ikan lambak atau baung,- jenis ikan yang saat ini relatif mudah didapat-, tak akan menemukan ikan itu lagi di kawasan tersebut, menyusul ikan toman yang kini sudah pergi entah kemana. (Asnelly Ridha Daulay)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar