Mengenai Saya

Foto saya
Jambi, Jambi, Indonesia
wonderful life starts from a wonderful heart

23 Desember 2010

GAYA LUCU IBU-IBU BERBURU FIRMAN CS


Siapakah pemain bola Indonesia yang paling banyak menyedot perhatian? Pertanyaan ini pasti akan dijawab beragam bila tanpa kriteria yang jelas.  Penjelasannya pun akan lari ke mana-mana. Namun di Hotel Sultan Jakarta, tempat para pemain tim nasional Indonesia dan official menginap, semua anggota timnas menjadi idola. Tiap jam sepanjang hari, para penggemar dan wartawan berburu sang idola. Siapa saja yang mengenakan jaket bertulisan punggung INDONESIA, pasti ‘dicurigai’ sebagai timnas dan dikejar-kejar.
Keadaan ini berbeda dengan di luaran. Di sekitar Gelora Bung Karno misalnya, para penjual baju bola sering kesal karena calon pembeli hanya menginginkan kaos bertuliskan Irfan dan Gonzales. “Memangnya timnas itu hanya dua orang saja apa…,” ucap mereka sambil menggerutu karena dagangannya tak jadi dibeli.
Tentu saja pengalaman berburu orang beken ini meninggalkan cerita lucu dan malu-maluin. Apalagi para wanita setengah baya itu alias ibu-ibu yang mendadak ngefans timnas sebenarnya tidak kenal wajah pemain dan nama mereka, namun demi anak rela repot berburu tanda tangan dan foto.
Saya yang berkesempatan datang ke Jakarta pada hari pertandingan leg kedua melawan Philipine sangat beruntung memiliki peluang bertemu dengan timnas karena menginap di hotel yang sama. Berhubung saya sudah masuk kategori ‘ibu-ibu’,  cara huntingnya beda dengan ABG yang berteriak-teriak, menyerbu dan saling menyalib hingga membuat pemain sulit bernafas. Gaya kami para ibu-ibu lebih elegan dan berulang-ulang mengatakan,” ini (tanda tangan) untuk anak saya lho Mas!”.
Sejak berangkat dari Jambi, saya sudah berangan-angan untuk mempersembahkan setidaknya foto Irfan Bachdim untuk kedua anak laki-laki saya. Mereka gila bola setengah mati. Dengan mengabaikan keraguan mereka, - apa mama bisa ? - pada malam kemenangan Indonesia melawan Philipine, saya sabar menunggu di loby hotel. Irfan lewat. Gonzales tak tersentuh. Saya terjepit di antara wartawan bertubuh tinggi besar dan kameranya serta ratusan abege dan selebritis yang histeris.  Sedikit terhibur, saya berhasil berfoto dengan Eva Gonzales.
Besok sorenya saya dan ibu-ibu lain yang punya misi sama, kembali berkeliling loby. Tampak puluhan anak didampingi orangtua mereka tertawa-tawa memamerkan baju yang sudah ditandatangani para pemain nasional.  Kami menyusuri koridor menuju lantai bawah dengan harapan menemukan pemain itu di sana. Hup… di tangga si baby face Irfan Bachdim tiba-tiba muncul.
“Can I take your picture?” spontan saya mendekat dan bertanya. Dia pun menghentikan langkahnya. Salah seorang saudara Irfan malah menawarkan diri untuk menjepret gambar kami.  Dapat juga akhirnya.
Keberhasilan yang tak disangka tersebut mendorong saya untuk mendapatkan foto atau tandatangan pemain lain, kali ini dengan berbekal marker dan dua lembar baju kaos Garuda Di Dadaku. Satu persatu tanda tangan pemain bola diperoleh, apakah itu di pintu lift, loby,  atau di cafĂ© hotel. Bahkan saya juga menggunakan jasa pelayan di ruang makan untuk meminta tandatangan Firman cs. Kebetulan ruang makan kami bersebelahan dengan ruang makan timnas.
Pengalaman terlucu dan bikin malu adalah ketika mengejar tanda tangan Okto Maniani, si bintang timur Indonesia. Saya menjadi iri begitu mengetahui rekan saya ternyata sudah memperoleh tanda tangan Okto. Saya pun bertekad untuk menunggu dia.
Dari sudut loby hotel terlihat seorang laki-laki Papua berbadan gempal bertanya-tanya ke reseptionis hotel dan menunggu dengan gelisah. Feeling saya mengatakan bahwa dia pastilah keluarga atau kenalan Okto. Setengah jam berlalu, muncullah seorang laki-laki bertubuh kecil dengan topi menutup separuh wajah. Profil tubuhnya mirip Okto namun teman saya yang tadi sudah  mendapatkan tanda tangan pemain asal Papua itu, bersikukuh bahwa  itu bukan Okto.
Saya meminta bantuan teman yang suaminya penggemar berat Okto untuk bertanya. Dia pun mendekati mereka. Sedikit membelakangai laki-laki Papua bertubuh kecil tersebut, dia pun bertanya, “Bapak kerabatnya Okto ya?”.
Bukannya dia yang menjawab melainkan si laki-laki bertubuh kecil itu. “Saya Okto, Ibu,” ucapnya dengan aksen timur yang mendayu seraya menyembulkan giginya yang  putih serta senyum manis. Sontak saja sang ibu kegirangan dan minta maaf berulang-ulang karena tak mengenal Okto dengan baik. Jadilah kami berfoto dengan Okto dan mendapat tanda tangannya.
Alhasil perburuan saya berjalan sukses. Walau tdk mendapat tandatangan Irfan dan Gonzales, saya sudah cukup puas. Sudah waktunya untuk mundur dari perburuan tersebut karena kelihatannya para pemain mulai tertekan dan kehilangan keramahan mereka akibat perhatian yang berlebihan ini. Maklum, beban yang disandangkan ke pundak mereka sangat berat. Jangan sampai saya dan fans lainnya malah menambah beban itu. Kasihan mereka. 

2 komentar:

  1. wah, penggemar bola juga ya rupanya ..

    Oh ya, apakah ini Asnelly Ridha Daulay yang dulu sekolah di SD negeri 80 Padang ? ...

    Kalau ternyata iya .. well, apakah masih ingat saya?

    Salam ketemu kembali

    Riri Satria

    BalasHapus
  2. wah, penggemar bola juga ya rupanya ..

    Oh ya, apakah ini Asnelly Ridha Daulay yang dulu sekolah di SD negeri 80 Padang ? ...

    Kalau ternyata iya .. well, apakah masih ingat saya?

    Salam ketemu kembali

    Riri Satria

    BalasHapus