Mengenai Saya

Foto saya
Jambi, Jambi, Indonesia
wonderful life starts from a wonderful heart

5 Mei 2011

MEMBANGUN GENGSI JABATAN FUNGSIONAL



BEBERAPA tahun lalu sempat didengungkan oleh pemerintah tentang akan dikembangkannya jabatan fungsional dengan tujuan meningkatkan kinerja aparat pemerintah sekaligus mengurangi persaingan perebutan jabatan struktural. Beberapa teman PNS yang meramalkan prospek ‘cemerlang’ bekerja sebagai pejabat fungsional, kemudian meninggalkan jabatan strukturalnya untuk beralih menjadi pejabat fungsional. Namun harapan mereka kabur bersama waktu. Wacana mengembangkan jabatan fungsional kini nyaris tak terdengar lagi. Kurangnya perhatian, tak adanya pembinaan dan diskriminasi perlakuan/pemberian fasilitas menyebabkan ratusan PNS yang memilih jalur karir ini merasa menyesal, bahkan ada yang membelot dan kembali berebut posisi jabatan struktural.
Meski berat mengakuinya, jabatan fungsional memang kurang populer di kalangan pegawai negeri sipil. Ada anggapan bahwa jabatan fungsional hanyalah pelarian bagi PNS yang tak peroleh jabatan struktural atau yang golongan kepangkatannya telah mentok. Opini tersebut terbangun karena tak memahami apa yang dikerjakan oleh seorang pejabat fungsional atau melihat pejabat fungsional yang bekerja tidak sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
Pengangkatan seseorang di jabatan fungsional bukan karena alasan ‘ketidakberhasilan’ di jalur struktural tapi harus berdasarkan pada keahlian dan keterampilan PNS bersangkutan sesuai PP No.16 tahun 1994.[1]  Faktor keahlian dan keterampilan ini sering luput dari perhatian sehingga ketika tiba waktunya mengajukan angka kredit guna kenaikan pangkat, si pejabat tersebut tak berhasil memenuhi kewajibannya.
Jabatan fungsional sesungguhnya memiliki kriteria dan kinerja yang jelas. Seorang peneliti misalnya, tak dapat naik dari pangkat sebelumnya sebagai Peneliti Pertama Golongan III/b menjadi Peneliti Muda Gol. III/c sebelum mengumpulkan angka kredit sedikitnya 50 poin. Melakukan penelitian saja tanpa menuliskannya di jurnal ilmiah tak akan menghasilkan angka kredit yang dibutuhkan untuk naik pangkat tersebut. Kriteria mirip itu berlaku juga bagi fungsional lain seperti penyuluh pertanian, pengawas bibit atau pranata komputer. Dengan tingkat kesulitan naik pangkat seperti itu dan tuntutan kemampuan untuk bekerja mandiri, seharusnya pejabat fungsional memperoleh perhatian dan dukungan dari instansi pembinanya agar dapat berkembang.
Namun kenyataannya, pejabat fungsional masih tinggal di belakang, kalau tidak bisa dibilang anak tiri di lingkungan SKPD Pemrov Jambi. Perbedaan perlakuan cukup kasat mata. Di beberapa dinas atau Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang memiliki pejabat fungsional dari rumpun tertentu, pembinaan karir terhadap pejabat fungsionalnya tidak jelas, bahkan tidak ada. Pembinaan yang dimaksudkan di sini adalah penetapan dan pengendalian terhadap standar profesi yang meliputi kewenangan, prosedur pelaksanaan tugas dan metodologi, termasuk penetapan petunjuk teknis.
Di beberapa SKPD yang keberadaan jabatan fungsional sangat dibutuhkan seperti SKPD lingkup Pertanian dan Balitbangda Provinsi Jambi, pejabat fungsionalnya adalah golongan minoritas. Di sebuah Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) seharusnya komposisi peneliti dan staf umum memenuhi perbandingan 1:3. Namun hal itu masih jauh dari capaian bila melihat kondisi Balitbangda Provinsi Jambi saat ini. Dari sekitar 60 orang staf Balitbangda, hanya 8 orang yang berstatus peneliti. Dari 8 orang tersebut, hanya 3 orang yang telah mengikuti sertifikasi di Diklat LIPI. Wajar saja jika kontribusi Balitbangda dalam memberi masukan tentang pelaksanaan program Gubernur sangat minim. Di SKPD lain kondisinya tak jauh beda, kecuali di lingkungan Dinas Kesehatan atau rumah sakit yang jabatan fungsionalnya telah berkembang baik.
Gengsi jabatan fungsional juga tak sementereng jabatan struktural, disebabkan perlakukan tak setara dalam pemberian fasilitas tunjangan. Menurut Peraturan Gubernur Jambi No.1 tahun 2011[2] perjalanan dinas untuk pejabat fungsional golongan III/a sampai dengan III/d setara dengan pejabat struktural eselon IV, dan pejabat fungsional golongan IV/a dan IV/b setara dengan pejabat struktural eselon III dan seterusnya. Semestinya semua SKPD telah menerapkan Peraturan Gubernur tersebut, namun ternyata masih ada yang belum melakukannya. Ketidaksetaraan juga tampak pada pembayaran Tunjangan Kesejahteraan Daerah (TKD), dimana TKD yang diterima pejabat fungsional nilainya sama dengan yang diterima oleh staf umum (PNS non jabatan) sesuai dengan golongan masing-masing.
Kesempatan yang diberikan oleh pimpinan kepada seorang pejabat fungsional untuk mengembangkan keahlian dan keterampilannya juga sangat terbatas. Pada rapat koordinasi, konsultasi atau pelatihan yang berkaitan dengan tugas fungsional, yang sering ditunjuk menghadiri adalah pejabat strukturalnya. Padahal pertemuan seperti itu akan memberi input kepada seorang pejabat fungsional tentang perkembangan terbaru di lingkup kerjanya dan mendorongnya untuk lebih kreatif serta bekerja mandiri.
Melihat kondisi ini wajar saja tak banyak PNS yang melirik jabatan fungsional. Walaupun Pemerintah Provinsi Jambi pada setiap penerimaan CPNS baru selalu menyediakan formasi fungsional, namun dalam perjalanannya, PNS baru tersebut lebih suka menjadi staf umum saja.
Sebenarnya kesempatan untuk mengembangkan jabatan fungsional sangat besar. Cukup banyak PNS di daerah ini yang berotak cemerlang, pemenang beasiswa dalam dan luar negeri serta terampil. Mereka sangat memenuhi syarat untuk menggeluti jalur karir fungsional namun Pemerintah harus membenahi dulu ‘ketidakadilan’ yang berlaku selama ini. Kalau tidak, jabatan fungsional akan selalu tertinggal dan tak dapat memberikan kontribusi optimal menunjang tugas SKPDnya.
Bagi Gubernur sendiri, mengembangkan jabatan fungsional akan sangat membantu pencapaian visi misinya menuju Jambi EMAS 2015. Dan alangkah lebih baiknya lagi bila kelak personil yang menduduki jabatan struktural dipilih dari pejabat fungsional yang terbukti telah mencapai taraf profesional sehingga kemampuan kelimuan dan leadershipnya tak diragukan lagi. Namun tanpa dukungan dalam meniti karir serta kesetaraan perlakukan dengan mereka yang duduk di jalur jabatan struktural, seperti terjadi saat ini, siapa yang akan mau jadi pejabat fungsional? (Penulis : Ir. Asnelly Ridha Daulay, M. Nat Res Ecs. Peneliti pada Balitbangda Provinsi Jambi).



[1]  Peraturan Pemerintah RI No. 16 Tahun 1994 Tentang Jabatan Fungsional PNS, (http:// www.4shared.com/ get/OWxAyQAI/Jabatan_Fungsional_PNS_PP_No_1.html , diakses 4 Mei 2011)
[2]  Pergub Jambi Nomor 1 tahun 2011 tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri bagi Pejabat Negara, Pimpinan, Anggota DPRD, PNS dan PNS Tidak tetap di Lingkungan Pemerintah Provinsi Jambi

4 komentar:

  1. Nel...Blog ini dan Tulisan2 nel.. mantap2 yaa ...coba datangi blog uni, mohon sarannya...maklum, masih belajar2.. hehee...

    BalasHapus
  2. Sebagai peneliti El harus byk nulis. Alamat blognya apa Ni?

    BalasHapus
  3. Tulisanya bagus, dan sangat setuju. Apabila pengaturan mekanisme kerja pejb. fungsional jelas, maka diyakini Indonesia akan maju pesat, lebih lebih terkait sumber daya alam. Sayang teramat sayang semangat dan dukungan ke arah jabatan fungsional direndahkan oleh pemilik dan pembuat kebijakan. semoga jabatan fungsional dimanapun tetap semangat dalam suasana pesimistis. Ayo bangun bersama memberi masukan ke bpak menpan....

    BalasHapus
  4. terima kasih atas dukungannya, saat ini yg terbaik adlh bekerja dr diri sndiri. mengharapkan dukungan dr atas sulit n akan berakhir pada kekecewaan.

    BalasHapus