Mengenai Saya

Foto saya
Jambi, Jambi, Indonesia
wonderful life starts from a wonderful heart

10 Mei 2011

WANITA DI BALIK KERUNTUHAN PARA PENGUASA



DIBALIK kesuksesan seorang laki-laki, terdapat seorang wanita hebat. Barisan kata yang menyanjung kaum wanita ini tentu akan diamini oleh banyak orang jika faktanya memang demikian. Namun tak semua wanita berhati mulia. Setidaknya sejarah telah memperlihatkan kepada kita bahwa wanita berperan sangat besar untuk meruntuhkan kekuasaan laki-laki, seperti contoh tiga wanita berikut ini.
Contoh paling tragis adalah Marie Antonette, istri Raja Perancis Louis Auguste atau yang lebih dikenal dengan Louis XVI yang dinikahinya pada 16 Mei 1770. Awalnya Marie adalah wanita yang lugu, perkawinannya dirancang dengan sang Raja pada usianya baru 12 tahun. Namun pertentangan dalam istana Perancis antara pihak yang tidak menyukai Marie karena asal usulnya sebagai putri Raja Austria yang pernah bersiteru dengan Perancis, dan pihak lainnya yang berebut mendekatinya agar masuk pusaran kekuasaan perlahan merubah kepribadian wanita bertubuh mungil tersebut.
Kepribadian Marie yang labil juga karena dia merasa tak dicintai oleh ibu dan suaminya sendiri. Sang ibu sering menudingnya sebagai putri yang kalah cantik dibanding saudarinya yang lain dan tak berbakat. Sang suami lebih banyak menghabiskan waktu dengan selir-selirnya hingga butuh waktu 7 tahun bagi Marie untuk hamil dan mempunyai anak.  Kesepian hidupnya membawa Marie pada hobi berjudi kartu dan pacuan kuda, berjalan-jalan ke kota dan membeli barang-barang mewah seperti sepatu, parfum dan kosmetik
Kasus yang semakin menghancurkan reputasinya adalah pembelian kalung berlian (The Diamond Necklace Affair) yang menurut ahli sejarah sebenarnya bukan keinginan dari Ratu yang melahirkan empat anak ini. Adalah Cardinal de Rohan yang membeli dan menyodorkan kalung itu kepada Marie dengan harapan sang Ratu akan membantu mengamankan posisinya sebagai kardinal. Pelayan yang dipercayai mengantarkan kalung tersebut ke haribaan Marie, kemudian menjual kalung itu ke sebuah toko perhiasan. Tagihan kalung tersebut sampai ke istana dan menjadi kehebohan besar saat itu.
Selain judi dan tabiat konsumtifnya, Marie juga disorot karena pergaulan bebasnya dengan sejumlah laki-laki dan perempuan. Dalam persidangan menjelang eksekusi matinya, putera kandungnya sendiri menuduh si ibu telah melakukan perbuatan sexual terlarang dengannya. Kebencian rakyat yang memuncak, dan tak adanya dukungan dari saudara laki-lakinya yang saat itu telah diangkat menjadi Raja Austria membuat nasib Marie tak tertolong lagi. Marie akhirnya mati di tiang guillotine.
Perjalanan hidup Evita Peron untungnya tak setragis Marie Antonette. Lahir dari keluarga miskin dan tak memiliki ayah, María Eva Duarte yang lahir di Los Toldos, 7 Mei 1919 berjuang keras menuju tampuk kekuasaan. Berkat karirnya sebagai artis radio dan opera sabun Evita bertemu dengan Juan Domingo Perón, seorang militer cemerlang dan calon presiden Argentina waktu itu.
Semenjak pernikahan mereka, Evita tak kenal lelah mempromosikan suaminya, menghadiri banyak acara amal dan kampanye sehingga berbuah kursi kepresidenan untuk Juan Peron pada tahun 1946. Evita menjadi First Lady Argentina termuda dan paling berpengaruh di kawasan Amerika selatan kala itu. Sanjungan terhadap dirinya, antara lain terangkai dalam lagu “Don’t Cry For Me, Argentina” yang sempat dinyanyikan kembali dan difilmkan oleh Madonna.
Evita yang terlalu memuja suaminya tak mentolerir sedikitpun nada kritik terhadap suami dan dirinya. Semua pengkritik dianggap musuh dan tak patriotik. Meski kegiatan sosialnya seperti membangun ribuan rumah untuk rakyat miskin, rumah sakit dan rumah yatim piatu, berbuah kefanatikan luar biasa kaum miskin kepada dirinya, evita sebaliknya sangat dibenci oleh kalangan menengah ke atas Argentina.
Ambisi Evita yang besar pada kekuasaan semakin terlihat pada tahun 1951, ketika ia menggelar kampanye untuk membuka peluangnya menjadi Wakil Persiden Argentina. Hal ini ditentang oleh militer Argentina, kaum elit, dan akhirnya suaminya sendiri. Sebagai gantinya pada 1952 Evita mendapat gelar resmi "Pemimpin Rohani Bangsa".  Evita meninggal pada 26 Juli 1952 pada umur 33 tahun, diduga karena kanker rahim dan tak menyaksikan kejatuhan suaminya beberapa tahun kemudian.
Kehidupan Imelda Marcos hampir menyerupai Evita Peron yakni bertemu sang suami yang berkarir cemerlang dan bersama-sama berjuang meraih kepercayaan masyarakat menjadi presiden. Imelda juga populer di kalangan rakyat miskin namun dibenci kalangan menengah ke atas.
Meski berasal dari keluarga terhormat, Putri kelahiran daerah Leyte ini tak kaya. Namun kecantikannya yang bersinar terang dan mudah menarik kerumunan orang-orang membuat dia diminati politikus muda seperti Benigno Aquino dan Ferdinand Marcos. Marcos menikahi Imelda pada Mei 1953. Berdua mereka memulai debut untuk mencalonkan diri menjadi Presiden Philipina.
Bersamaan dilantiknya sang suami menjadi presiden Philipina ke 10 pada tahun 1965, kehidupan mantan pegawai bank central Philipina tersebut pun berubah. Diantara kehidupan ektravaganza Imelda yang menghebohkan adalah kala dia menghabiskan lima juta dollar Amerika untuk berbelanja di New York, Roma dan Kopenhagen pada 1983 dan mengirim  sebuah pesawat untuk mengangkut pasir putih Australia guna membangun rumah peristirahatannya di sebuah pantai. Ibu satu putera dan tiga putri ini juga membeli sejumlah properti di Manhattan, perhiasan dan sekitar 175 lukisan dan karya seni lainnya. Tentang gaya hidupnya ini Imelda berdalih dilakukannya demi “menjadi cahaya dan penerang bagi rakyat miskin”.
Imelda juga menduduki sejumlah jabatan strategis seperti Gubernur Manila dan Menteri Perumahan Rakyat. Kelak setelah kembali ke Philipina dari pengasingan, Imelda sempat mencalonkan diri menjadi presiden meski kalah dan mendorong anak-anaknya maju dalam pencalonan gubernur dan anggota senat.
Pada 25 Februari 1986, Ferdinand Marcos and keluarganya diterbangkan ke Hawai setelah rezim sang suami ditumbangkan kekuatan rakyat. Meskipun hidup di pengasingan, Imelda masih mempertahankan gaya glamournya. Paska kepulangannya ke Philipina, Pengadilan negara itu memerintahkan Imelda untuk mengembalikan 10 juta dollar uang rakyat yang dikorupsi suaminya selama 27 tahun berkuasa. (ARD)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar