Mengenai Saya

Foto saya
Jambi, Jambi, Indonesia
wonderful life starts from a wonderful heart

18 Mei 2011

SEKTOR PETERNAKAN DI PROVINSI JAMBI; POTENSI YANG TERABAIKAN



SETIAP menjelang bulan Ramadhan dan hari raya Idul fitri, gejolak harga daging dan telur selalu menjadi pusat perhatian masyarakat dan pemerintah daerah di propinsi ini. Meskipun di provinsi lain gejolak harga ini juga terjadi, namun mungkin hanya di provinsi Jambi, instansi terkait perlu turun ke lapangan untuk mengamankan harga-harga komoditas peternakan agar tidak melonjak lebih tinggi lagi.
Di satu sisi, perhatian pemerintah daerah Jambi agar harga komoditi peternakan tidak melonjak terlalu tinggi patut dihargai karena bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat banyak akan daging dan telur dengan harga yang terjangkau oleh kantong mereka. Namun sayang sekali, dari tahun-ke tahun ternyata masalah ini belum juga terentaskan karena inti permasalahannya yaitu kurangnya stok ternak siap potong di daerah ini, belum tersentuh.
Permasalahan pengembangan peternakan di provinsi Jambi ditandai dengan lambatnya peningkatan populasi ternak di daerah ini. Berdasarkan data statistik dari BPS Jambi, ternak sapi di tahun 2002 berjumlah 141 600 ekor, menurun cukup tajam dari populasi tahun 1998 yang berjumlah 156 350 ekor (sekitar 9,4%). Sementara ternak kerbau pada tahun  2002 berjumlah 69 713 ekor, juga menurun  sangat tajam bila dibandingkan dengan populasi empat tahun sebelumnya yang berjumlah 86 156 ekor (sekitar 19%). Penurunan ini berdampak pada peningkatan harga daging di pasaran karena jumlah konsumen terus bertambah seiring dengan pertambahan jumlah penduduk di provinsi yang pada beberapa dekade lalu sempat menjadi penyuplai ternak di Sumatra. Wajar kalau Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jambi Ir. Natres Ulfi kepada media massa mengatakan tingkat konsumsi protein hewani masyarakat Jambi lebih rendah dibanding tingkat konsumsi di level nasional.
Upaya yang dilakukan saat ini dengan memasok sapi dan kerbau dari provinsi tetangga terbukti bukan cara penyelesaian terbaik. Sedikit saja pasokan terlambat, harga daging di pasaran akan segera melonjak tajam. Mengandalkan pasokan ternak dari luar juga berarti mengabaikan potensi alam dan sumber daya manusia yang cukup besar di daerah ini. Upaya yang harus dilakukan mau tidak mau adalah dengan kembali memperhatikan sektor peternakan yang selama ini seakan-akan terabaikan.
Dari segi potensi daerah, jelas provinsi Jambi sangat potensial untuk pengembangan ternak.  Pertama, tersedianya areal kosong yang belum termanfaatkan dimana lahan tersebut sangat cocok untuk menanam hijauan makanan ternak sekaligus tempat pemeliharaan ternak. Kedua, jumlah angkatan kerja yang cukup besar namun tidak memiliki keahlian di bidang tertentu. Ketiga, pengalaman beternak yang turun temurun dimiliki masyarakat Jambi, terutama mereka yang datang dari Pulau Jawa. Pengalaman ini dengan mudah dapat dibagi dan dicontoh oleh masyarakat lainnya jika percontohan atau sentra peternakan yang sedang digarap oleh Dinas Peternakan dapat berkembang dengan baik.
Namun potensi diatas terabaikan selama ini. Para Kepala Daerah nampaknya lebih memilih untuk melaksanakan proyek pembangunan yang bersifat fisik dengan alas an proyek tersebut dapat langsung dilihat dan dirasakan oleh masyarakat, dan akan dikenang nantinya sebagai ‘jasa monumental’ sang kepala daerah. Banyaknya dana yang terserap ke proyek-proyek tersebut, mau tidak mau ‘mengorbankan’ proyek-proyek pertanian, termasuk peternakan, yang memang hasilnya baru bisa dilihat beberapa tahun atau bahkan belasan tahun kemudian. Inilah salah satu alasan mengapa kegiatan-kegiatan pengembangan peternakan di daerah sering tidak mendapat perhatian yang memadai.
Masalah berikutnya adalah lemahnya koordinasi antara badan swasta maupun instansi pemerintah yang meluncurkan bantuan ternak ke masyarakat dengan Dinas Peternakan setempat. Beberapa program nasional seperti Proyek Bandes dan Pengentasan Desa IDT yang menyalurkan bantuan ternak ke masyarakat ternyata tidak berhasil meningkatkan populasi ternak di daerah ini. Hal ini terjadi karena Dinas Peternakan yang seharusnya melakukan pembinaan tidak dilibatkan penuh dalam pembinaan sebelum maupun sesudah ternak itu diserahkan, selain masalah-masalah teknis dan kecurangan yang menyertai peluncuran ternak bantuan pemerintah tersebut.
Kurangnya jumlah dan lemahnya kinerja petugas yang melayani peternak yang membutuhkan penyuluhan maupun pengobatan ternak merupakan masalah berikutnya. Penyakit ternak merupakan hal yang rawan karena tingkat penyebarannya yang cepat, menurunnya produktifitas bahkan berakibat kematian ternak. Kematian ternak merupakan kehilangan asset yang berharga bagi peternak miskin sehingga tak heran bila semangat dan minat beternak pun jadi padam. Untuk mengatasi masalah ini, ada baiknya insentif untuk petugas dianggarkan lagi. Pada saatnya nanti insentif ini dapat dicabut kembali, yaitu ketika peternak di Jambi mampu membayar sendiri pelayanan kesehatan ternak yang diterimanya.
Booming karet dan sawit juga berpengaruh pada pengembangan ternak di provinsi Jambi. Banyak Kepala Daerah yang menjagokan kedua sektor ini untuk dikembangkan di daerahnya, dan mengabaikan potensi daerah bersangkutan di bidang peternakan. Dukungan penuh kepala daerah ini terbukti manjur meningkatkan jumlah lahan kedua tanaman perkebunan ini di provinsi Jambi terutama untuk kebun sawit. Hal ini membuktikan bahwa sektor yang didukung penuh oleh pemerintah daerah memiliki harapan besar untuk berkembang. Mudah-mudahan, program pengembangan sejuta hektar sawit yang digabungkan dengan pengembangan peternakan membuahkan hasil yang sama seperti ditunjukkan oleh perluasan kebun sawit di Jambi yang cukup cepat.
Sebagai penutup, pemerintah daerah kabupaten perlu memberikan perhatian lebih kepada pengembangan peternakan di wilayahnya. Pasar komoditi ternak yang selama tahun-tahun terakhir ini diisi oleh peternak dari provinsi lain sudah waktunya diisi oleh peternak Jambi sendiri. Setelah itu, mungkin tidak berlebihan bila Jambi berupaya merebut kembali kejayaan di masa lampau, sebagai provinsi penyuplai ternak ke wilayah tetangga. Semoga, ketika kedua tanaman perkebunan jagoan Jambi, yaitu sawit dan karet memasuki usia senja produksi, sektor peternakan dapat menjadi tumpuan untuk menambah pendapatan masyarakat dan pemerintah Jambi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar